Pada kesempatan kali ini bayarsaja.blogspot.com akan menyampaikan artikel tentang Fee Kurator Telkomsel Bisa Resahkan Dunia Investasi. Semoga dengan artikel Fee Kurator Telkomsel Bisa Resahkan Dunia Investasi akan menambah wacana untuk anda pembaca setia bayarsaja.blogspot.com
Pengamat Ekonomi Drajat Wibowo menilai, penetapan fee kurator sebesar Rp146,808 miliar kepada PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dinilai akan menjadi preseden buruk bagi iklim usaha di Tanah Air.
"Saya khawatir, kurator yang menuntut pembayaran fee dengan nilai sangat tidak wajar itu, memang sengaja dilakukan oleh oknum yang memanfaatkan UU Kepailitan untuk memeras Telkomsel," kata Pengamat Ekonomi Dradjad Wibowo, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/2/2013).
"Bayangkan dengan tagihan yang sangat kecil atau sekira Rp5,260 miliar dibandingkan aset Telkomsel yang mencapai Rp58,7 triliun, sangat tidak masuk akal bisa dipailitkan. Ini sangat merusak logika berpikir," lanjutnya.
Terlebih, kata Dradjad, saat ini banyak perusahaan yang dinyatakan pailit hanya karena hal-hal yang tidak masuk akal.
Artinya kalau upaya pemerasan Telkomsel ini berhasil, maka akan menjadi preseden buruk bagi dunia usaha karena dengan mudahnya bagi seseorang untuk menggugat pailit suatu perusahaan hanya karena tagihan-tagihan yang nilainya kecil.
"Bukan hanya Telkomsel, tapi semua perusahaan akan selalu masuk dalam pusaran ancaman pailit," tegasnya.
Untuk kasus ini, Dradjad meminta Telkomsel melaporkan kasus tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa para kurator, dan Komisi Yudisial untuk mengawasi dan memonitor para hakim.
Respon DPR
Sementara, Anggota Komisi I DPR Hayono Isman mengatakan, perangkat hukum nasional harus berpihak kepada kepentingan nasional dalam konteks persaingan global.
"Perangkat hukum harus mencerminkan keberpihakannya kepada kepentingan nasional. Jangan justru melemahkan posisi pelaku usaha dalam konteks persaingan global," tegas Hayono.
Seharusnya, menurut Hayono, aparat penegak hukum melihat konteks Telkomsel sebagai BUMN dan kontribusinya selama ini bagi kepentingan nasional.
"Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan kasasi pailit pun harus dipertimbangkan dalam penetapan fee kurator itu," ujarnya.
Ditekankannya, Telkomsel selama ini diandalkan untuk membangun akses broadband dan memiliki saham Merah Putih, sehingga sudah sewajarnya mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum.
"Jika BUMN mendapatkan perlakuan seperti itu, akan menjadi contoh tidak baik bagi iklim investasi di Indonesia," katanya.
Ia menyarankan, tanpa bermaksud mengintervensi proses hukum, sebaiknya Mahkamah Agung (MA) turun tangan melihat penetapan fee tersebut karena institusi ini juga yang mengabulkan kasasi pailit dari Telkomsel.
"Jika dibutuhkan Komisi Yudisial juga bisa mengeksaminasi penetapan yang dikeluarkan PN Niaga Jakarta Pusat. Ini semua demi transparansi dan kepastian hukum berusaha di Indonesia," sarannya.
Terakhir, ditegaskannya, jika kasus seperti ini berlarut, agenda Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) bisa tidak sukses karena broadband adalah salah satu andalan untuk meningkatkan GDP Indonesia di masa depan.
(amr)
"Saya khawatir, kurator yang menuntut pembayaran fee dengan nilai sangat tidak wajar itu, memang sengaja dilakukan oleh oknum yang memanfaatkan UU Kepailitan untuk memeras Telkomsel," kata Pengamat Ekonomi Dradjad Wibowo, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/2/2013).
"Bayangkan dengan tagihan yang sangat kecil atau sekira Rp5,260 miliar dibandingkan aset Telkomsel yang mencapai Rp58,7 triliun, sangat tidak masuk akal bisa dipailitkan. Ini sangat merusak logika berpikir," lanjutnya.
Terlebih, kata Dradjad, saat ini banyak perusahaan yang dinyatakan pailit hanya karena hal-hal yang tidak masuk akal.
Artinya kalau upaya pemerasan Telkomsel ini berhasil, maka akan menjadi preseden buruk bagi dunia usaha karena dengan mudahnya bagi seseorang untuk menggugat pailit suatu perusahaan hanya karena tagihan-tagihan yang nilainya kecil.
"Bukan hanya Telkomsel, tapi semua perusahaan akan selalu masuk dalam pusaran ancaman pailit," tegasnya.
Untuk kasus ini, Dradjad meminta Telkomsel melaporkan kasus tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa para kurator, dan Komisi Yudisial untuk mengawasi dan memonitor para hakim.
Respon DPR
Sementara, Anggota Komisi I DPR Hayono Isman mengatakan, perangkat hukum nasional harus berpihak kepada kepentingan nasional dalam konteks persaingan global.
"Perangkat hukum harus mencerminkan keberpihakannya kepada kepentingan nasional. Jangan justru melemahkan posisi pelaku usaha dalam konteks persaingan global," tegas Hayono.
Seharusnya, menurut Hayono, aparat penegak hukum melihat konteks Telkomsel sebagai BUMN dan kontribusinya selama ini bagi kepentingan nasional.
"Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan kasasi pailit pun harus dipertimbangkan dalam penetapan fee kurator itu," ujarnya.
Ditekankannya, Telkomsel selama ini diandalkan untuk membangun akses broadband dan memiliki saham Merah Putih, sehingga sudah sewajarnya mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum.
"Jika BUMN mendapatkan perlakuan seperti itu, akan menjadi contoh tidak baik bagi iklim investasi di Indonesia," katanya.
Ia menyarankan, tanpa bermaksud mengintervensi proses hukum, sebaiknya Mahkamah Agung (MA) turun tangan melihat penetapan fee tersebut karena institusi ini juga yang mengabulkan kasasi pailit dari Telkomsel.
"Jika dibutuhkan Komisi Yudisial juga bisa mengeksaminasi penetapan yang dikeluarkan PN Niaga Jakarta Pusat. Ini semua demi transparansi dan kepastian hukum berusaha di Indonesia," sarannya.
Terakhir, ditegaskannya, jika kasus seperti ini berlarut, agenda Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) bisa tidak sukses karena broadband adalah salah satu andalan untuk meningkatkan GDP Indonesia di masa depan.
(amr)
Dapatkan berita terupdate dan unik setiap saat hanya di bayarsaja.blogspot.com
Homepage|http://bayarsaja.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon berkomentar dengan baik dan sopan. Komentar bernada spam akan saya hapus