Beberapa daerah diketahui memiliki beban masalah kesehatan yang berbeda-beda. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Kemenkes diketahui 10 peringkat kabupaten/kota dengan indeks pembangunan kesehatan yang baik dan buruk.
dr Triono Soendoro, PhD selaku staf ahli menteri kesehatan bidang perlindungan faktor risiko kesehatan dalam acara Pencanangan Kegiatan Riset Operasional Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK) dan Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) di Gedung Kemenkes, Kamis (21/4/2011) ada 440 kota yang disurvei.
Peringkat 10 kabupaten/kota dengan nilai indeks pembangunan kesehatan teratas dan terbawah adalah:
10 Kabupaten/kota peringkat kesehatan teratas
1. Kota Magelang
2. Gianyar
3. Kota Salatiga
4. Kota Yogyakarta
5. Bantul
6. Sukoharjo
7. Sleman
8. Balikpapan
9. Kota Denpasar
10. Kota Madiun
10 Kabupaten/kota peringkat kesehatan terbawah
431. Mappi
432. Asmat
433. Seram Bagian Timur
434. Yahukimo
435. Nias Selatan
436. Paniai
437. Manggarai
438. Puncak Jaya
439. Gayo Lues
440. Pegunungan Bintang
"Saat diumumkan 10 peringkat terbawah tidak berarti semuanya setuju, ada satu yang protes dan melakukan riset sendiri. Tentu saja hasilnya berbeda karena metodologi yang digunakan berbeda," ujar dr Triono Soendoro, PhD.
Penetapan peringkat ini berdasarkan nilai Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). IPKM ini adalah indikator komposit yang menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan yang dirumuskan dari data kesehatan berbasis komunitas yaitu Riskesdas (riset kesehatan dasar), PSE (pendataan sosial ekonomi) dan survei podes (potensi desa).
Berdasarkan 3 survei tersebut didapatkan 24 indikator yang masuk dalam IPKM yaitu:
- Prevalensi balita gizi buruk dan kurang
- Prevalensi balita sangat pendek dan pendek
- Prevalensi balita sangat kurus dan kurus
- Prevalensi balita gemuk
- Prevalensi diare
- Prevalensi pnemonia
- Prevalensi hipertensi
- Prevalensi gangguan mental
- Prevalensi asma
- Prevalensi penyakit gigi dan mulut
- Proporsi perilaku cuci tangan
- Proporsi merokok tiap hari
- Akses air bersih
- Akses sanitasi
- Cakupan persalinan oleh nakes
- Cakupan pemeriksaan neonatal-1
- Cakupan imunisasi lengkap
- Cakupan penimbangan balita
- Rasio dokter
- Rasio bidan
- Prevalensi disabilitas
- Prevalensi cedera
- Prevalensi [enyakit sendi
- Prevalensi ISPA (Infeksi saluran pernapasan akut)
Sementara itu Menkes dr Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DrPH menuturkan program PDBK dan Rifaskes ini merupakan kombinasi antara pemangku kebijakan di tingkat pusat dan propinsi dengan pengamatan peneliti.
"Dengan kombinasi ini diharapkan bisa merumuskan upaya intervensi yang tepat dan efektif sehingga IPKM di daerah tersebut bisa diperbaiki secara bermakna," ungkap Menkes.
Dalam hal ini daerah yang termasuk peringkat bawah akan dipanggil untuk kumpul bersama dan mencaritahu kenapa hasilnya bisa jelek. Misalnya jika hasil RS dan Puskesmasnya bagus tapi status kesehatannya buruk mungkin karena tidak ada masyarakat yang berkunjung akibat transportasinya yang sulit.
"Hasil dari kedua kegiatan ini akan menjadi masukan guna penyusunan kebijakan pembangunan kesehatan berbasis bukti (evidence base)," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon berkomentar dengan baik dan sopan. Komentar bernada spam akan saya hapus