Siang itu terasa sangat terik. Seorang pria paruh baya melepas lelah duduk menghampiriku. Tak lama topinya pun dibuka, lalu mengipas-ngipasi wajahnya yang dipenuhi keringat. Kita sama-sama mencoba mengenal mereka yang hampir tidak pernah disorot oleh hirup pikuk dibanding dengan Istana dengan segala macam peristiwanya.
Kisah mereka yang selalu dekat secara fisik dengan para pejabat bahkan Presiden RI, dibanding mungkin kita yang jauh dan hanya bisa melihat dibalik layar kaca.
Engkong, sapaan akrab bapak tiga anak itu telah bekerja sejak 1981 di komplek luar Istana Kepresidenan, bersama dengan tujuh kawannya. "Setiap hari saya masuk kerja jam 7 pagi dan pulang jam 5 sore," ungkapnya.
Menyapu, membersihkan taman dan membuang sampah adalah pekerjaan rutin Engkong setiap harinya. Di siang hari, ia mengaku mendapatkan makan siang. "Kalau sebulannya sama piket, saya dapet gaji Rp1,3 Juta," katanya sedikit tersipu.
Dengan bangga ia mengatakan dengan gaji yang pas-pasan, dirinya mampu menyekolahkan ke tiga anaknya hingga tingkat atas. "Anak saya sudah kerja semuanya, dua bekerja sebagai administrasi di Cikarang, dan Pulo Mas," imbuhnya.
Engkong juga mengaku senang bekerja di Kompleks Istana, sebab sesekali ia dapat melihat orang-orang penting di negeri ini. "Seneng mas, bisa liat presiden, semuanya. Soeharto, Habibie, almarhum Gus Dur, Megawati, sama SBY," tuturnya.
Tak malu ia pun mengaku hanya sedikit duka yang diterima dari pekerjaannya membersihkan halaman komplek luar Istana Presiden. "Paling kalau enggak dapaet piket, gajinya jadi berkurang," tukasnya sembari bergegas mengambil sapu lidi dan meneruskan pekerjaannya.
Engkong hanyalah satu protret kehidupan kaum kecil yang bertahan dengan profesinya. Meski dengan gaji kecil dia tetap penuh dedikasi menjalankan rutinitasnya menjadikan wajah Ibu Kota ini tetap bersih dan indah.
Ia tidak mengeluh dengan kecilnya gaji yang diperioleh untuk bertahan di kota besar dengan biaya hidup yang tinggi. Kehidupan, jalan pikiran, dan tabiat Engkong sangat kontras dengan budaya pejabat negara yang doyan mengutil uang rakyat alias korupsi. Hidup dengan kemewahan sebagai penjahat berkerah putih.
Tapi itulah, Engkong si tukang sapu, dengan semangat yang tetap membuatnya terseyum dalam rutinitasnya. Tontotan gratis menyaksikan orang-orang nomor satu di negara ini menjadi pelipur lara rakyat kecil ini. Mudah-mudahan para pembesar negara ini pun tidak terus umbar senyuman di antara pemandangan kefakiran rakyat. (okezone)
Engkong, sapaan akrab bapak tiga anak itu telah bekerja sejak 1981 di komplek luar Istana Kepresidenan, bersama dengan tujuh kawannya. "Setiap hari saya masuk kerja jam 7 pagi dan pulang jam 5 sore," ungkapnya.
Menyapu, membersihkan taman dan membuang sampah adalah pekerjaan rutin Engkong setiap harinya. Di siang hari, ia mengaku mendapatkan makan siang. "Kalau sebulannya sama piket, saya dapet gaji Rp1,3 Juta," katanya sedikit tersipu.
Dengan bangga ia mengatakan dengan gaji yang pas-pasan, dirinya mampu menyekolahkan ke tiga anaknya hingga tingkat atas. "Anak saya sudah kerja semuanya, dua bekerja sebagai administrasi di Cikarang, dan Pulo Mas," imbuhnya.
Engkong juga mengaku senang bekerja di Kompleks Istana, sebab sesekali ia dapat melihat orang-orang penting di negeri ini. "Seneng mas, bisa liat presiden, semuanya. Soeharto, Habibie, almarhum Gus Dur, Megawati, sama SBY," tuturnya.
Tak malu ia pun mengaku hanya sedikit duka yang diterima dari pekerjaannya membersihkan halaman komplek luar Istana Presiden. "Paling kalau enggak dapaet piket, gajinya jadi berkurang," tukasnya sembari bergegas mengambil sapu lidi dan meneruskan pekerjaannya.
Engkong hanyalah satu protret kehidupan kaum kecil yang bertahan dengan profesinya. Meski dengan gaji kecil dia tetap penuh dedikasi menjalankan rutinitasnya menjadikan wajah Ibu Kota ini tetap bersih dan indah.
Ia tidak mengeluh dengan kecilnya gaji yang diperioleh untuk bertahan di kota besar dengan biaya hidup yang tinggi. Kehidupan, jalan pikiran, dan tabiat Engkong sangat kontras dengan budaya pejabat negara yang doyan mengutil uang rakyat alias korupsi. Hidup dengan kemewahan sebagai penjahat berkerah putih.
Tapi itulah, Engkong si tukang sapu, dengan semangat yang tetap membuatnya terseyum dalam rutinitasnya. Tontotan gratis menyaksikan orang-orang nomor satu di negara ini menjadi pelipur lara rakyat kecil ini. Mudah-mudahan para pembesar negara ini pun tidak terus umbar senyuman di antara pemandangan kefakiran rakyat. (okezone)
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon berkomentar dengan baik dan sopan. Komentar bernada spam akan saya hapus