Pengalaman unik, mengesankan, tetapi sekaligus juga melelahkan. Pengalaman itulah yang juga diperoleh Dramit, tim pengembang game "School Espace Jurit Malam" yang ikut serta dalam Chip-Nokia Developer War di FX Plaza, Jakarta, Sabtu (4/6/2011).
Pengalaman ini bermula ketika Dramit memenangkan kompetisi pengembangan mobile game di Bandung. Beberapa saat setelah memenangkan kompetisi itu, Dramit dikontak oleh Nokia dan diberitahu bahwa ada penyelenggaraan kompetisi pengembangan game di Jakarta. Hanya saja, syaratnya, game harus punya muatan budaya Indonesia, sesuai dengan tema kompetisi.
Dramit pun mesti berpikir keras. Betapa tidak, game yang mereka kembangkan sebelumnya, "School Escape", adalah game yang menantang pengguna untuk "sukses" bolos sekolah. Dengan game itu, tentu sulit bagi mereka menyisipkan muatan budaya Indonesia di dalam game yang dianggap oleh para juri kontroversial ini.
Setelah berpikir keras, akhirnya tim sepakat mengembangkan "School Escape" menjadi "School Escape Jurit Malam". Muatan kultural yang diharapkan akhirnya diisi dengan hantu yang dianggap pengembang juga bisa merepresentasikan budaya Indonesia, terlebih dengan beragam hantu yang dikenal di negeri ini.
Melalui game ini, pengguna yang di dalam game sebelumnya diajak sukses "bolos" kini juga diajak sukses melarikan diri dari setan di sekolah. Pengguna juga mesti melawan cengkeraman kepala sekolah yang ternyata merupakan dukun santet.
Game dibagi dalam 5 level, sedangkan pengguna dibekali senjata pamungkas bernama siwur. Ternyata, cukup gila juga tim Dramit ini bekerja.
"Sejujurnya, baru Minggu lalu mulai menggarap serius. Lembur-lembur deh sekalian," kata Yuandra Ismiraldi, salah satu anggota tim, kepada Kompas.com.
Urusannya jadi bertambah berat. Pasalnya, Yuandra sendiri baru menjalani opname di rumah sakit.
"Kan gue sempat keracunan makanan waktu itu," ujarnya.
Tetapi, "kegilaan" tim ini membuahkan hasil bagus. Dramit justru keluar sebagai pemenang pertama dalam kompetisi ini dan menggondol hadiah sebesar Rp 30 juta.
Dramit mengalahkan dua kontestan lain yang masuk ke babak akhir, yakni OMG dari Yogyakarta dengan game "Arjuna Sang Pemanah" dan Enlight dari Surabaya dengan game "Waroeng Express Jawa".
Berbagi tentang pengalaman mengembangkan game ini, Paramita Hapsari, rekan Yuandra, ikut menimpali.
"Susah juga ngembanginnya, sebenarnya. Kalau mau bikin yang benar-benar kultural, kita juga enggak tahu banget. Akhirnya, ya sudah, hantu saja. Tinggal lihat Susanna di YouTube juga tahu," cetusnya.
Firstman Manurung, salah satu dewan juri dari NICE, mengatakan bahwa "School Escape Jurit Malam" memang game yang kontroversial, tetapi sekaligus juga memiliki pasar yang bagus, terutama di kalangan remaja. Selain itu, game ini juga relatif mudah dimainkan dan pengembangnya cukup serius mempersiapkan game menghadapi kompetisi ini.
Paramita sendiri mengatakan bahwa ia cukup percaya diri dengan game yang dikembangkan timnya.
"Kami percaya diri karena ide cerita. Biarpun begini, game kami punya cerita. Hantu sendiri adalah common interest," kata Paramita.
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon berkomentar dengan baik dan sopan. Komentar bernada spam akan saya hapus